ASN Diingatkan Netral : Melanggar Dikenai Sanksi !
Kegiatan dan pelayanan Aparatur Sipil Negara (ASN) kepada masyarakat-Foto : Disway-
Pentingnya netralitas ASN lanjut Sekda, tidak hanya berkaitan dengan citra dan reputasi pemerintah, tetapi juga untuk mencegah konflik kepentingan.
“Jika ASN tidak netral, ada risiko bahwa fasilitas negara dapat disalahgunakan untuk mendukung calon tertentu. Ini adalah alasan utama mengapa netralitas juga diharuskan bagi anggota TNI/POLRI, KPU, dan Bawaslu,” tambahnya.
BACA JUGA:Setop Kesalahkaprahan Penulisan Tanda Baca dan Ejaan Bahasa Indonesia : Simak Penjelasannya !
BACA JUGA:Prakiraan Cuaca BMKG 27 Oktober 2024 : Waspada Hujan Petir di Kota-Kota Besar Indonesia !
Terpisah, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Republik Indonesia mencatat adanya lonjakan pengaduan terkait dugaan ketidaknetralan kepala desa dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Berdasarkan laporan yang disampaikan Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, hingga 28 Oktober 2024 tercatat setidaknya ada 195 kasus pengaduan maupun temuan ketidaknetralan kepala desa.
Kasus-kasus ini tersebar di 25 provinsi di Indonesia.
Sampai dengan 28 Oktober 2024 terdapat 195 kasus yang tersebar di 25 provinsi dengan perincian, 59 temuan dan 136 laporan.
Dari jumlah tersebut, 130 kasus sudah diregister, 55 tidak diregister, dan 10 kasus masih menunggu proses registrasi lebih lanjut,” jelas Bagja dalam konferensi pers di kantor Bawaslu RI, Jakarta.
Bagja memaparkan bahwa dari 130 kasus yang sudah diregister, 12 di antaranya masuk ke dalam kategori tindak pidana pemilihan, yang berarti kasus-kasus tersebut diduga melanggar undang-undang pemilihan umum.
Sementara itu, 97 kasus lainnya diklasifikasikan sebagai pelanggaran peraturan perundangan lainnya.
Ada pula 42 kasus yang setelah penyelidikan lebih lanjut dinyatakan tidak mengandung unsur pelanggaran.
Ketidaknetralan aparatur desa, khususnya kepala desa, menjadi isu yang diatur secara tegas dalam peraturan perundangan.
Mengacu pada Pasal 70 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, disebutkan bahwa kepala desa maupun perangkat desa dilarang untuk terlibat atau memberikan keuntungan atau kerugian kepada pasangan calon kepala daerah.
Aturan ini bertujuan menjaga proses pemilihan kepala daerah agar berlangsung secara jujur, adil, dan tanpa adanya keberpihakan aparatur negara yang dapat mempengaruhi suara masyarakat di tingkat lokal.