Asal Usul Musi Landas Kabupaten Banyuasin : Misteri Hutan Inggris dan Legenda Pesawat Jatuh !
Desa Musi Landas, sebuah desa yang terletak di Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, tidak hanya menawarkan keindahan alam yang menawan, tetapi juga sejarah dan cerita legenda yang mengakar dalam kebudayaan lokal-Foto: Dokumen Palpos-
Pesawat tersebut jatuh di area hutan yang sekarang disebut sebagai Hutan Inggris.
Meskipun bangkai pesawat ini telah lama tertimbun tanah, masyarakat setempat percaya bahwa kerangkanya masih berada di dalam tanah hingga kini.
Kisah ini menjadi salah satu legenda yang paling dikenal di Musi Landas dan menambah kesan misteri serta keunikan pada desa ini.
Hutan Inggris kini menjadi salah satu lokasi yang sering dikunjungi oleh warga lokal maupun wisatawan yang penasaran dengan cerita pesawat jatuh tersebut.
Meski tidak ada bukti fisik yang tersisa di permukaan tanah, namun cerita ini tetap hidup dalam ingatan masyarakat, sebagai bagian dari warisan folklore lokal yang terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Tidak hanya dalam folklore dan cerita rakyat, Musi Landas juga memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan Indonesia, terutama dalam konteks Front Langkan.
Front Langkan sangat erat kaitannya dengan peristiwa Pertempuran Lima Hari Lima Malam yang terjadi di Kota Palembang pada tanggal 1-5 Januari 1947.
Pertempuran ini melibatkan Tentara Republik Indonesia (TRI) melawan pasukan Belanda yang berusaha merebut kembali Palembang.
Setelah pertempuran yang sengit, untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak, diadakan perundingan antara pihak Indonesia dan Belanda.
Hasil dari perundingan ini adalah kesepakatan untuk melakukan penghentian tembak-menembak atau cease fire.
Salah satu poin dalam perjanjian tersebut adalah bahwa Tentara Republik Indonesia (TRI) harus keluar dari kota Palembang dan Talang Betutu sejauh 20 kilometer.
Menurut perhitungan Tentara Republik Indonesia, jarak 20 kilometer dari Talang Betutu mencapai wilayah Musi Landas.
Oleh karena itu, Musi Landas dijadikan sebagai garis pertahanan bagi TRI dan laskar-laskar yang berjuang melawan Belanda.
Pasukan Batalyon 30 Resimen 17 dan berbagai laskar lainnya mundur ke Musi Landas untuk mengonsolidasikan kekuatan mereka dan mempertahankan wilayah dari serangan lebih lanjut.
Pada masa itu, Musi Landas menjadi pusat aktivitas militer, di mana para pejuang berkumpul dan menyusun strategi untuk melanjutkan perjuangan.