Kejati Sumsel dan PTPN I Reg 7 Jalin Kemitraan Strategis
Kejati Sumsel bersama PTPN I Reg 7 -Foto : Istimewa-
Sebagian besar, kata dia, lahan PTPN diperoleh dari proses nasionalisasi aset-aset perusahaan eks. Belanda pada tahun 1958.
Pria kelahiran Medan yang sudah malang melintang di PTPN ini mengaku sangat kecewa dengan berbagai insiden penyerobotan lahan milik negara ini.
Sebab, ribuan bahkan jutaan rakyat yang menjadi pekerja di PTPN menggantungkan hidupnya dari keberadaan lahan.
“Saya sudah sering melihat bagaimana penderes karet itu jam satu malam sudah nyadap. Subuh dia pungut. Juga pemetik teh dan penebang tebu. Mereka lakukan mengais rezeki untuk keluarga. Zalim bagi kita kalau membiarkan lahan tempat mereka mencari makan itu diserobot mafia tanah. Maka, kami bertekat untuk mempertahankan aset negara ini,” kata dia.
Tuhu Bangun juga mengutip mandat pemerintah kepada PTPN dengan sebutan Tri Darma Perkebunan.
Ia menyebut, kehadiran PTPN di seluruh pelosok negeri bermuara kepada kesejahteraan rakyat, pemerataan hasil-hasil pembangunan, terbukanya isolasi daerah, dan penyediaan lapangan pekerjaan.
“PTPN ini misinya sangat jelas, yang kita kenal dengan istilah Tri Darma Perkebunan. Yakni, Perkebunan sebagai penghasil devisa negara; Perkebunan sebagai lapangan kerja untuk masyarakat; dan Perkebunan harus memelihara kesuburan dan pengawetan tanah,” kata dia.
Lebih lanjut Tuhu Bangun mengatakan, untuk menjaga aset, menjaga stabilitas usaha, dan meningkatkan kinerja perusahaan, pihaknya terus menjalin kerja sama dengan stakeholder.
Antara lain dengan Aparat Penegak Hukum, Kejaksaan, Pemerintah Daerah, hingga elemen-elemen teknis di lini lapangan.
Ia mengakui, perusahaan perkebunan seperti PTPN memiliki tingkat kerawanan yang lebih tinggi dibanding korporasi lain.
Beberapa penyebab kerawanan itu antara lain karena aset terbuka, produksinya laku di pasar luar, padat karya, dan produknya memiliki kesamaan dengan kebun milik masyarakat.
“Butuh instrumen yang kuat untuk bisa menciptakan situasi dan proses bisnis yang stabil. Kami tidak mungkin memagar kebun yang begitu luas. Kami juga melibatkan banyak sekali tenaga kerja. Itulah mengapa proses bisnis yang kondusif harus diciptakan dengan kesadaran semua pihak. Salah satunya dengan penegakan hukum yang kuat,” kata dia. (*)