Nama Tebat Benawa berasal dari sebuah tebat atau kolam yang luasnya sekitar 5 hektar yang dibuat oleh pemerintahan dusun pada tahun 1920.
Tebat ini dulunya menjadi sumber air untuk pertanian dan juga menghasilkan banyak ikan bagi masyarakat setempat.
Namun, pada awal tahun 1960-an, tebat ini dijadikan pemukiman oleh warga dusun.
Masyarakat Dusun Tebat Benawa percaya bahwa mereka adalah keturunan dari Atung Bungsu, seorang leluhur yang konon pernah merantau hingga ke Kerajaan Majapahit di Jawa sebelum akhirnya kembali ke hulu Sungai Lematang.
Menjaga Air Tumutan Tujuh
Masyarakat Basemah memiliki ikatan yang kuat dengan hutannya. Hutan bagi mereka adalah penyedia air, tempat hidup satwa, penyedia kayu, hingga tempat mencari rotan.
Danau Tumutan Tujuh, yang berada di Gunung Patah, menjadi sumber mata air bagi tujuh sungai yang mengalir ke wilayah Sumatera Selatan dan Bengkulu.
Sungai-sungai tersebut adalah Sungai Padang Guci, Air Kinal, Air Bengkenang, Air Kendurang di Bengkulu serta Air Endikat, Air Lematang, dan Air Enim di Sumatera Selatan.
Masyarakat Basemah ditugaskan menjaga khusus air Sungai Lematang.
Masyarakat Semende bertugas menjaga Sungai Enim, masyarakat Lahat menjaga Sungai Endikat, dan masyarakat Manna di Bengkulu menjaga empat sungai lainnya.
Jika gagal menjaga sungai-sungai ini, diyakini bahwa Sumatera Selatan dan Bengkulu akan mengalami bencana besar.
Pemerintah daerah dan masyarakat setempat bekerja sama untuk melestarikan adat istiadat dan lingkungan alam Desa Wisata Tebat Benawa.
Melalui program-program pelestarian hutan dan pemberdayaan masyarakat, diharapkan desa ini dapat terus berkembang sebagai destinasi wisata yang berkelanjutan.
Upaya ini mencakup rehabilitasi lahan yang rusak, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta promosi budaya dan pariwisata.
Dengan potensi alam dan budaya yang dimiliki, Desa Wisata Tebat Benawa Rempasai diharapkan dapat menjadi contoh bagi desa-desa lain di Indonesia dalam mengembangkan pariwisata berbasis adat dan lingkungan.
Keberhasilan desa ini dalam menjaga adat istiadat dan kelestarian lingkungan menunjukkan bahwa kearifan lokal dapat menjadi modal penting dalam pembangunan berkelanjutan.