Banyak orang tua di masa lalu mengaitkannya dengan semangat pantang menyerah.
Bagaimana pun kerasnya dakocan dijatuhkan, ia akan kembali berdiri tegak.
Hal ini dianggap sebagai simbol keteguhan hati dan semangat untuk bangkit dari keterpurukan yang bisa menjadi teladan bagi anak-anak.
Kini, dakocan sudah jarang ditemui.
BACA JUGA:Beragam Perlombaan Meriahkan Peringatan Hari Kemerdekaan 17 Agustus di Berbagai Daerah
BACA JUGA:Sejarah Bendera Merah Putih : Dari Simbol Perjuangan Hingga Lambang Negara
Perkembangan teknologi dan menjamurnya permainan digital membuat mainan tradisional seperti ini hampir terlupakan.
Namun, beberapa komunitas pecinta mainan lawas masih berusaha melestarikannya.
Mereka menganggap dakocan bukan sekadar mainan melainkan bagian dari sejarah budaya populer Indonesia yang patut dijaga.
Beberapa kreator bahkan mulai memodifikasi dakocan agar lebih modern misalnya dengan desain karakter kartun masa kini atau menggunakan bahan yang lebih kuat.
BACA JUGA:Cilok Kuah : Si Kenyal Hangat yang Kian Digandrungi Pecinta Jajanan Tradisional
BACA JUGA:Asal Usul Burger : Dari Hidangan Sederhana Hingga Ikon Kuliner Dunia
Tujuannya adalah untuk memperkenalkan kembali dakocan kepada generasi muda.
Meski demikian, banyak yang berpendapat bahwa sensasi bermain dakocan versi klasik tetap lebih berkesan karena membawa aroma nostalgia masa kecil.
Psikolog anak menilai, mainan sederhana seperti dakocan justru memberikan manfaat penting bagi perkembangan.
Anak-anak diajak untuk menggunakan imajinasi, melatih interaksi sosial sekaligus belajar tentang konsep sebab-akibat.
BACA JUGA:Asal Usul Almond : Kacang Kaya Manfaat yang Sudah Dikenal Sejak Ribuan Tahun Lalu
BACA JUGA:Asal Usul Bubur Serintil : Kuliner Tradisional yang Mulai Langka dan Sarat Makna Budaya
Berbeda dengan permainan digital yang cenderung pasif, dakocan memberikan pengalaman fisik yang nyata.
Melihat kembali kehadiran dakocan banyak orang dewasa yang rindu akan masa-masa bermain di halaman rumah tanpa rasa khawatir.