"Yang kami dapatkan, kalau Ungu sendiri, termasuk saya pribadi semuanya sesuai dengan aturan main. Jadi tidak ada yang salah," kata Pasha saat ditemui di Kompleks Parlemen, Jakarta.
Dirinya pun mengapresiasi pemberian royalti telah disalurkan LMKN secara baik lantaran selama ini industri musik bertahun-tahun tidak diperhatikan.
Namun apabila selama ini terdapat kendala dalam proses pendistribusian royalti, Pasha menilai hal tersebut wajar karena setiap lembaga tak luput dari kesalahan.
Untuk itu ke depannya, dia berharap LMKN bisa terus berbenah dan memperbaiki diri jika memang melalukan kesalahan.
"Pasti lah yang namanya miss itu ada, tinggal mayoritas atau tidak. Jangan satu kesalahan dari seribu kebaikan ini kemudian dibesar-besarkan. Banyak yang baik kok," ucap dia.
Di sisi lain, ia meminta agar permasalahan terkait royalti tidak membuat masyarakat malas mendengarkan lagu dalam negeri.
Pria yang juga merupakan anggota Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu pun mempersilakan para pengamen, penyanyi kafe, warung, hingga restoran memutar lagu-lagu Ungu.
"Kami tidak ada masalah, tidak akan kami persoalkan. Kalau yang ada nilai komersialnya, saya kira wajar ditarik royalti karena memang regulasi ini sudah ada," tutur Pasha.
Sebelumnya, pemerintah memfasilitasi penyelesaian polemik royalti musik melalui dialog konstruktif antarpemangku kepentingan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan masing-masing pihak terkait, kata pejabat Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO).
Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Hasan Nasbi, dalam konferensi pers di Kantor PCO, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (14/8), mengingatkan bahwa sudah ada lembaga yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk memfasilitasi penghargaan atas karya seniman agar mendapat apresiasi dan imbal jasa yang layak.
"Supaya hasil karya mereka itu mendapatkan penghargaan dan apresiasi yang layak," katanya.
Hasan menyebut proses pembahasan masih berjalan dan belum final.
Karena itu, ke depan komunikasi akan diperkuat agar solusi yang dihasilkan menguntungkan semua pihak, mulai dari seniman, pengelola hotel, restoran, tempat hiburan, hingga masyarakat.
Terpisah, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyampaikan bahwa ketentuan tentang pembayaran royalti dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta perlu direvisi supaya lebih jelas.
"Undang-undang ini memang mengandung banyak kelemahan yang harus disempurnakan," kata Ketua Umum PHRI Haryadi B. Sukamdani.
Ia mengemukakan bahwa ketentuan tentang pembayaran royalti, khususnya dalam pemutaran lagu dan musik oleh pengelola hotel dan restoran, harus dijabarkan secara terperinci dan jelas.