Pengemudi Ojol Menjerit

Senin 16 Jun 2025 - 18:27 WIB
Reporter : Samudera
Editor : Dahlia

Dengan potongan yang membengkak, banyak dari mereka yang tak lagi mampu menutupi kebutuhan dasar seperti makan, sewa tempat tinggal, hingga biaya sekolah anak.

BACA JUGA:Bukti tak Ada Sanksi : Truk ODOL Masih Marak di Palembang !

BACA JUGA:Kurban Tertib, Gubernur Herman Deru Apresiasi Gotong Royong Masyarakat

“Setiap hari saya narik dari pagi sampai malam. Tapi uang yang dibawa pulang seperti tidak sebanding. Sudah dipotong aplikasi, belum servis motor, ganti oli, ban bocor... Semua ditanggung sendiri,” keluh Junaedi (42), pengemudi di kawasan Tangerang.

Tak sedikit pula yang mulai mencari pekerjaan sampingan, bahkan berpikir untuk meninggalkan dunia ojol. Namun, terbatasnya lapangan kerja membuat banyak dari mereka tetap bertahan—meski merugi.

Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Eko Listiyanto, menyampaikan bahwa potongan sebesar 30 persen yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi merupakan angka yang sangat besar dan berpotensi menjerumuskan pengemudi ke jurang kemiskinan.

“Potongan sebesar itu sangat tidak masuk akal. Di tengah daya beli masyarakat yang lemah, beban hidup pengemudi makin bertambah. Ini sangat merugikan,” kata Eko dalam wawancara khusus, Selasa (16/1/2025).

Eko juga menekankan pentingnya revisi terhadap sistem kemitraan antara pengemudi dan perusahaan aplikasi. Menurutnya, selama ini posisi pengemudi sangat lemah dan tidak memiliki kekuatan tawar.

“Hubungan antara pengemudi dan perusahaan seolah kemitraan, tapi dalam praktiknya pengemudi tidak punya kontrol. Ini bukan kemitraan sejati,” lanjutnya.

Salah satu persoalan mendasar yang disorot para pakar adalah pelanggaran terhadap regulasi yang telah ditetapkan pemerintah. 

Berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 Tahun 2022, batas maksimal potongan yang diperbolehkan oleh perusahaan aplikasi adalah 20 persen.

Namun, dalam praktiknya, batas ini dilanggar secara terbuka. Bahkan tidak ada transparansi yang cukup mengenai struktur biaya dan besaran potongan yang diberlakukan.

Pakar otomotif dari ITB, Yannes Martinus Pasaribu, menyatakan bahwa lemahnya pengawasan dari pemerintah membuat perusahaan aplikasi bertindak sewenang-wenang.

“Kalau pemerintah tidak hadir dan hanya menjadi penonton, maka para pengemudi akan terus dirugikan. Perlu ada tindakan tegas, bukan hanya imbauan,” tegas Yannes.

Permasalahan ini menunjukkan perlunya sistem pengawasan yang lebih kuat terhadap operasional perusahaan aplikasi.

Tak hanya dari sisi regulasi, tapi juga dalam pelaksanaan teknis dan pengawasan harian.

Kategori :

Terkait

Senin 16 Jun 2025 - 18:27 WIB

Pengemudi Ojol Menjerit