Salah satu daerah yang terkenal dengan sajian sate usus ayam adalah Yogyakarta, di mana sate usus kerap menjadi teman makan nasi kucing di angkringan.
Kini, sate usus tak hanya ditemukan di Yogyakarta, tapi sudah merambah ke berbagai kota di Indonesia bahkan ditawarkan dalam bentuk frozen food oleh pelaku UMKM kuliner.
Salah satu tantangan dalam pengolahan sate usus adalah menjaga kebersihan bahan baku.
Usus ayam yang digunakan harus dicuci bersih untuk menghilangkan bau amis dan kotoran.
Biasanya, usus direbus terlebih dahulu dengan daun salam, jahe, dan garam agar lebih empuk dan tidak bau.
Setelah direbus, usus dipotong-potong dan ditusuk pada tusukan sate. Bumbu yang digunakan bisa berupa campuran bawang putih, ketumbar, kunyit, garam, dan sedikit gula merah.
Sate kemudian dibakar di atas arang atau digoreng hingga kecokelatan.
Meski bukan sumber protein utama seperti daging ayam atau telur, usus ayam mengandung protein, lemak, zat besi, dan vitamin B.
Namun, karena termasuk bagian jeroan, konsumsi sate usus sebaiknya tidak berlebihan.
Ahli gizi menyarankan agar sate usus dikonsumsi secara bijak dan tidak terlalu sering, terutama bagi mereka yang memiliki kolesterol tinggi atau tekanan darah tinggi.
Pastikan juga membeli dari penjual yang menjaga kebersihan untuk menghindari risiko infeksi bakteri.
Di tengah tren kuliner tradisional yang kembali naik daun, sate usus ayam menawarkan peluang usaha menjanjikan.
Dengan modal kecil, pelaku UMKM dapat menghasilkan keuntungan yang lumayan.
Biaya produksi yang rendah dan bahan baku yang mudah didapat membuat bisnis ini cocok untuk dijalankan siapa saja.
Kini, banyak inovasi dilakukan seperti sate usus pedas, sate usus crispy, hingga sate usus dengan bumbu khas seperti bumbu rujak atau bumbu sambal matah. Inovasi ini membuat sate usus semakin diminati pasar, terutama kalangan milenial.
Sate usus sering dijadikan camilan saat santai, pelengkap nasi kotak, bahkan dijual dalam bentuk frozen food untuk konsumsi rumahan.