1. Harga minyak dunia menurun
Berdasarkan laporan Bloomberg, harga minyak mentah jenis Brent sempat turun dari level US$90 per barel menjadi sekitar US$83–85 per barel pada akhir April 2025.
Kondisi ini terjadi setelah ketegangan geopolitik mereda dan produksi minyak meningkat di negara-negara OPEC+.
2. Stabilnya nilai tukar rupiah
Rupiah yang relatif stabil terhadap dolar AS—berkisar di level Rp15.600–15.700—membantu menekan biaya impor BBM.
Hal ini turut meringankan beban perusahaan distribusi BBM, sehingga memungkinkan penurunan harga di level konsumen.
3. Kebijakan penyesuaian harga berkala
Sejak awal 2023, pemerintah telah mengizinkan badan usaha untuk menyesuaikan harga BBM nonsubsidi setiap awal bulan.
Penyesuaian ini mempertimbangkan harga indeks pasar (HIP) dan formula dari Kementerian ESDM yang transparan.
Penurunan harga BBM ini mendapat sambutan positif dari berbagai kalangan.
Konsumen pengguna kendaraan pribadi merasa lebih ringan dalam mengatur pengeluaran bulanan, terutama setelah meningkatnya biaya hidup saat Ramadhan dan Idul Fitri.
Sementara itu, pelaku usaha logistik dan transportasi umum juga berharap tren penurunan harga BBM bisa bertahan dalam beberapa bulan ke depan.
Biaya bahan bakar yang lebih murah akan berdampak pada turunnya harga jasa kirim dan ongkos operasional.
Meskipun harga BBM turun, konsumen tetap disarankan untuk memilih jenis BBM yang sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan.
Penggunaan bahan bakar dengan Research Octane Number (RON) yang lebih rendah dari yang direkomendasikan pabrikan bisa berdampak buruk pada kinerja mesin dan efisiensi bahan bakar.
Kementerian ESDM juga terus mengedukasi masyarakat untuk beralih ke BBM ramah lingkungan, termasuk jenis BBM dengan kandungan oktan tinggi dan emisi lebih rendah seperti Pertamax Green dan V-Power Nitro+.