Panjat pinang mulai dikenal di Indonesia pada masa kolonial Belanda, sekitar tahun 1920 hingga 1930-an.
Selama periode tersebut, permainan ini awalnya dimainkan oleh orang-orang Belanda sebagai hiburan di berbagai acara besar.
Mulai dari pesta pernikahan, perayaan promosi jabatan, hingga pesta ulang tahun, panjat pinang menjadi tontonan yang menghibur.
BACA JUGA:Asal Usul dan Jejak Sejarah Tanjung Sakti : Warisan Keberagaman Budaya di Sumatera Selatan !
Tiang yang digunakan dalam panjat pinang biasanya dilumuri dengan minyak atau pelumas agar lebih licin, menambah tingkat kesulitan permainan.
Di puncak tiang, berbagai hadiah menarik digantung, seperti makanan, pakaian, hingga barang-barang mewah.
Para peserta, yang biasanya terdiri dari laki-laki, harus bekerja sama untuk mencapai puncak dan meraih hadiah.
Seiring waktu, tradisi panjat pinang mulai diadopsi oleh masyarakat Indonesia.
Kehadiran permainan ini tidak hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga mulai dikaitkan dengan simbol perjuangan dan kerja sama.
Pada masa penjajahan, panjat pinang menjadi cerminan upaya rakyat Indonesia untuk "memanjat" rintangan demi mencapai kemerdekaan.
Ketika Indonesia merdeka pada tahun 1945, panjat pinang diadaptasi menjadi salah satu kegiatan dalam rangkaian perayaan Hari Kemerdekaan.
Tradisi ini mendapatkan tempat istimewa di hati masyarakat karena mampu menghadirkan semangat kebersamaan, gotong royong, dan solidaritas yang sangat dibutuhkan dalam membangun bangsa yang baru merdeka.
Kini, panjat pinang menjadi kegiatan wajib dalam perayaan 17 Agustus di berbagai daerah di Indonesia.
Tiang-tiang tinggi yang dihiasi hadiah-hadiah menarik menjadi pemandangan yang selalu dinantikan, terutama oleh anak-anak dan remaja.
Uniknya, hadiah yang digantung di puncak tiang pun bervariasi, tergantung pada kemampuan panitia setempat.