WALAUPUN tahapan Pemilu 2024 bisa dikatakan relatif masih lama, namun di sejumlah wilayah dan daerah sudah mulai terlihat alat peraga sosialisasi seperti spanduk, baliho dan pamflet bakal calon anggota dewan termasuk calon kepala daerah untuk pemilu 2024 l. Kondisi ternyata disikapi beragam warga masyarakat.
Erwan, salah seorang warga Palembang mengatakan, risih akan pemandangan yang ada di hampir sepanjang jalan kota ini dengan maraknya spanduk dan pamflet.
“Merusak pemandangan, tentunya kita berharap adanya penertiban,” jelasnya.
Senada dikatakan Yudi yang juga warga Palembang. Menurutunya, perlu ada batasan untuk pemasangan spanduk dan pamflet. “Harusnya kan ada Perda, peraturan ataupun peraturan lainnya sehingga bisa sangat apik kota ini,” tuturnya, Kamis (23/2).
Sedangkan masyarakat Muratara menyambut baik sosialisasi yang dilakukan para bakal calon DPRD tersebut karena bisa mengenal sosok yang akan menjadi wakil rakyat maupun Bupati atau Wakil Bupati Muratara nantinya.
“Ya biasa saja dan hal yang wajar apabila mereka yang bakal calon Legislatif maupun Bupati atau Wakil Bupati pada tahun 2024 mendatang,” ujar Darwin, salah seorang warga Muratara, Kamis (23/2).
Ia mengatakan, untuk memperkenalkan diri sejak sekarang tidak masalah dan hal yang wajar apabila para bakal calon DPRD sejak dini sudah memperkenalkan diri kepada masyarakat.
“Pastinya juga apa yang dilakukan oleh mereka itu tidak akan melanggar dan juga mereka tidak ada menebar isu ujar kebencian serta menjelekan orang lain,” katanya.
Menurutnya selain memberitahu bahwa akan maju mencalonkan diri pemilihan legislatif maupun Bupati dan Wakil Bupati jangan cuma pajang foto saja. Ada baiknya sekalian Visi dan Misi agar masyarakat tahu tujuan dari mereka ingin calon itu apa.
“Ya sebaiknya cantumkan juga visi dan misi, jangan cuma hanya pajang foto saja. Supaya masyarakat bisa menilai dan juga bisa mengetahui tujuan dari mereka itu untuk apa,” tutupnya.
Menyikapi banyaknya spanduk bacalon anggota dewan dan eksekutif tersebut, salah seorang warga Indralaya OI mengatakan, bahwa pemandangan itu sudah menjadi budaya dikala tahun politik tiba. Bahkan di benerapa lokasi banyak yang tidak di cabut meski sudah lewat tahun politik atau pemilu.
“Sudah biasa kita kalo melihat spanduk para calon angota dewan apalah itu. Kalo kita sebagai masyarakat kecil acuh aja yang penting tidak ganggu. Kalaupun ganggu kita lepas kita buang,” ujarnya.
Sedangkan Ketua Bawaslu Muba, Arsyad SH melalui Koodinator Divisi SDM dan Oraganisasi Bawaslu Muba, Husni Mubarok mengatakan, pihaknya masih membahas tentang hal tersebut,
“Kalau belum masuk daftar calon tetap terkait spanduk masih dalam sosialisasi,” singkat Husni saat dihubungi Palpos, Kamis (23/2).
Terpisah Kasat Pol PP Muba, Erdian Sahri melalui Kabid Penegakkan Perda, Indita Purnama mengatakan, pada prinsipnya spanduk pamflet sejenisnya yang dipasang tidak pada tempatnya atau melanggar akan kita tertibkan
“Bukan hanya spanduk parpol seluruh spanduk pamflet, kita akan tertibkan,” tegasnya.
Sementara itu Pemerintah Kota Palembang, membentuk satuan khusus petugas (satgas) khusus untuk melakukan penertiban reklame termasuk juga spanduk, baliho dan pamflet yang melanggar ketentuan.
“Latar belakang pembentukan satgas tersebut dilakukan untuk menertibkan reklame yang tidak memilikin izin dan juga untuk meningkat pemasukan pajak reklame. Asisten III bidang Adminstrasi Umum Setda Kota Palembang Zulkarnain, di Palembang.
Satgas khusus penertiban rekalame, katanya, terdiri atas beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) mulai dari Satpol PP, BPPD, BPKAD, Dinas Perhubungan, DPMPTSP. “Pengoperasian satgas ini masih menunggu SK Walikota untuk waktu kapan dimulainya, ” katanya. Ia menjelaskan satgas tersebut memiliki tugas yaitu menertiblan reklame yang tak memiliki izin.
“Satgas itu bertugas untuk melakukan penertiban reklame yang tidak memiliki izin, tata letaknya yang tidak sesuai kententuan sehingga dapat menggangu tata ruang kota , dan sebagainya,” jelasnya.
Satgas tersebut itu akan bergerak ke lapangan apabila adanya temuan reklame yang melanggar kentuan dari pengawas dan juga pengaduan dari masyarakat, kata dia. Terkait meningkatkan pemasukan pajak reklame, Kepala Badan Pengelolaan Pajak Daerah (BPPD) Kota
Palembang Herly Kurniawan mengatakan pemasangan papan-papan media reklame secara individu dan organisasi di kawasan strategis di kota itu perlu dikaji ulang.
“Kami telah mengusulkan kepada Wali Kota Palembang agar papan-papan reklame yang bersifat individu atau organisasi terpasang di kawasan strategis perlu dikaji ulang untuk meningkatkan pemasukan pajak reklame yang menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD),” katanya.
Menurut dia, perlu pengkajian ulang pemasangan papan reklame non bisnis itu karena tidak memberikan kontribusi terhadap pemasukan pajak reklame Kota Palembang.
“Kalau papan reklame yang bersifat individu atau organisasi belum ada aturannya dikenai pajak, dan hanya membayar sewa tempat penyedia papan ke pihak ketiga. Padahal kawasan-kawasan strategi berpotensi memberi pemasukan pajak reklame jika pemasangan reklame secara bisnis seperti iklan bisnis,” ucap dia.
Di lain pihak Ir Ferry Kurniawan, selaku Pengamat Kebijakan Publik yang juga Ketua MAKI Sumsel mengatakan, penyebaran spanduk dan pamflet ini jelas melanggar ketertiban, karena dipasang di tempat umum milik pemerintah dan masyarakat tanpa izin pemilik,” ujarnya saat diwawancarai, Kamis (23/2).
Apalagi lanjut Ferry, pemasangan spanduk digunakan untuk kepentingan pribadi yang harusnya membayar restribusi izin gangguan kepada pemerintah daerah.”Dan juga secara estetika kurang sedap dipandang mata atau mengganggu kepentingan umum,” katanya.
Selain itu, lanjut Ferry, pemasangan pamflet jelas melanggar aturan KPU karena belum masa kampanye. “Dimana pemasangan pamflet atau sepanduk dalam jangka waktu tertentu sesuai aturan KPU,” lanjutnya.
Ferry menuturkan, jadi pemasangan pamflet atau spanduk dapat dikenakan pasal tipiring (tindak pidana ringan) pasal 205 ayat 1 KUHP dengan ancaman hukuman 3 bulan karena memenuhi unsur membuat orang atau seseorang kurang senang atau tidak suka.
“Harusnya para calon menggunakan sarana iklan di media cetak atau online atau menyewa papan reklame dengan membayar restribusi,” tuturnya.
Namun menurutnya, tidak semua calon legislatif dan kepala daerah mau keluar uang untuk membayar iklan. “Ya kebanyakan mereka itu tidak mau keluar uang dan mereka lebih suka memasang pamflet dan spanduk yang merusak pemandangan serta membuat orang tidak suka,” pungkasnya. (rob/lam/sro/omi/Ika/tia)