Ancam Keamanan Data Pribadi
Ilustrasi hacker. Insert Gedung Kantor Kementerian Komunikasi dan Informasi RI-Foto : Istimewa-
"Kami sebagai masyarakat perlu tahu apa yang sedang dilakukan pemerintah untuk melindungi data-data kita," ucapnya.
Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik terkemuka, Dr. MH Thamrin MSi mengecam keras kejadian ini sebagai sebuah kejadian yang sangat disayangkan dan memiliki dampak yang serius bagi keamanan data nasional.
"Dampak dari peretasan ini tidak hanya mempengaruhi layanan publik yang penting bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran yang besar terhadap keamanan data pribadi warga negara," ujar Thamrin dengan nada serius.
Beliau juga menyoroti perlunya tanggapan cepat dan tindakan strategis dari pemerintah untuk menangani situasi ini dengan serius.
"Investigasi yang komprehensif harus segera dilakukan untuk mengungkap penyebab pasti serta pelaku di balik peretasan ini. Hanya menyalahkan pihak peretas tidak akan cukup; pemerintah juga perlu mengevaluasi kesiapan dan keamanan sistem dalam menyimpan dan melindungi data sensitif ini," tambahnya.
Thamrin juga mengingatkan bahwa kepercayaan publik terhadap keamanan data pribadi sangat penting.
"Pemerintah harus memberikan jaminan yang kuat bahwa mereka mampu melindungi data pribadi warga negara dengan baik dan efektif. Langkah-langkah transparan dan bertanggung jawab harus segera diambil untuk memulihkan kepercayaan publik yang mungkin terkikis akibat insiden ini," tegasnya.
Selain itu Thamrin menekankan pentingnya upaya kolektif dari semua pihak terkait, baik pemerintah maupun sektor swasta, untuk meningkatkan keamanan cyber nasional.
"Kita harus belajar dari insiden ini dan memperkuat sistem keamanan kita agar lebih tangguh di masa depan," pungkasnya.
Sebelumnya, juru bicara BSSN Ariandi Putra mengatakan gangguan yang terjadi pada PDNS sudah mulai terjadi sejak 17 Juni lalu.
"BSSN menemukan adanya upaya penonaktifkan fitur keamanan Windows Defender yang terjadi mulai 17 Juni 2024 pukul 23.15 WIB sehingga memungkinkan aktivitas malicious dapat berjalan," kata Ariandi.
Ariandi menjelaskan ransomware itu bekerja dengan cara menonaktifkan Windows Defender (sistem keamananan) guna mengizinkan file berbahaya terpasang pada sistem.
Selanjutnya, ransomware mulai masuk pada 17 Juni dan aktivitas mencurigakan mulai terdeteksi pada 20 Juni 2024 pukul 00.54.
Aktivitas mencurigakan itu di antaranya mengizinkan file malicious terpasang pada sistem, menghapus file penting, dan mematikan service yang sedang berjalan.
File yang berkaitan dengan storage seperti VSS, Hyper V Volume, VirtualDisk dan Veaam vPower NFS mulai dinonaktifkan dan tidak bisa berjalan.