Tapera, Antara Niat Baik dan Beban

Seorang pekerja mengangkut material bangunan di proyek pembangunan perumahan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di Sigi, Sulawesi Tengah. -FOTO : ANTARA-

Untuk itu, Celios merekomendasikan setidaknya tujuh usulan untuk perbaikan regulasi Tapera, di antaranya mengubah kebijakan agar tabungan Tapera hanya diperuntukkan untuk ASN, TNI/Polri, sedangkan pekerja formal dan mandiri bersifat sukarela; memperkuat tata kelola dana Tapera dengan pelibatan aktif KPK dan BPK; mengendalikan spekulasi tanah yang menjadi dasar kenaikan ekstrem harga hunian.

Selain itu, mereka juga merekomendasikan agar ada penurunan tingkat suku bunga KPR, baik suku bunga tetap maupun mengambang, serta memprioritaskan dana APBN untuk perumahan rakyat.

Menyadari penolakan publik terhadap Tapera, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengaku menyesal dan tidak menyangka atas timbulnya kemarahan dari masyarakat dan berbagai pihak terhadap program ini.

"Dengan adanya kemarahan ini, saya pikir menyesal betul. Saya tidak nglegéwa (menyangka)," kata Basuki.

“Kami dengan Bu Menteri Keuangan (sepakat) agar dipupuk dulu kredibilitasnya (BP Tapera) karena ini masalah trust,” lanjutnya.

Niat pemerintah menggulirkan Tapera tentu baik, yakni mengatasi backlog perumahan yang tinggi dan membantu masyarakat berpenghasilan rendah memiliki rumah layak huni.

Namun, di tengah penolakan publik yang luas, pemerintah perlu melakukan dialog terbuka dengan masyarakat, pengusaha, dan pemangku kepentingan lainnya, mendengarkan aspirasi mereka dan mempertimbangkan berbagai alternatif sebelum mengambil keputusan akhir.

Pemerintah, termasuk BP Tapera tampaknya masih perlu meningkatkan tata kelola lembaga dan memastikan transparansi pengelolaan dana untuk mendapatkan kepercayaan publik.

Ketidakpercayaan masyarakat terhadap program-program potongan serupa yang marak disalahgunakan juga seharusnya menjadi pengingat bagi pemerintah sebelum menerapkan kebijakan Tapera.(*/ant)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan