Yuliusman – Ketua Walhi Sumsel
BANJIR bandang yang melanda Kabupaten Lahat pada hari Kamis, (9/3) menjadi kabar yang mengejutkan banyak pihak.
Hal ini juga tak lepas dari perhatian Organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel. Ketua Walhi Sumsel, Yuliusman menanggapi bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Lahat tersebut.
Yuliusman menjelaskan, jika banjir merupakan bencana ekologis dan banjir yang terjadi d Kabupaten lahat kembali terulang akibat intensitas luapan sungai cukup tinggi.
“Ya sebenarnya persoalan banjir yang melanda Kabupaten Lahat ini dengan intensitas luapan sungai yang cukup tinggi itu kan berulang, artinya menganggap persoalan banjir ini bukan hal yang biasa ini bukan soal kebiasaan alam,” jelasnya saat diwawancarai via telepon.
Menurutnya, bencana banjir tersebut terjadi juga karena ada faktor lain.”Itu artinya mesti kita lihat sepenuhnya itu bahwa ini pasti ada faktor pemicunya, faktor pemicu itu kan kita lihat tidak bisa kita misalnya dalam satu aspek,” imbuhnya.
Yuliusman menuturkan, jika pihaknya sudah sering kali mengingakan pemerintah daerah maupun pusat terkait kejadian-kejadian tersebut.
“Walhi sudah cukup lama mengingatkan pemerintah baik pemerintah daerah maupun pusat terhadap kejadian-kejadian yang itu, kemudian sudah kita prediksi akan mengakibatkan bencana ekologis,” tuturnya.
Misalnya, lanjut Yuliusman, hutan sudah dibabat oleh pelaku penambang hutan baik yang memiliki izin ataupun tidak memiliki izin.
“Misal di Ulu itu kan bagaimana tindakan hutan misalnya sebagai benteng untuk hidrologi air, kalau di Ulunya sudah hutan dibabat oleh pelaku baik yang memiliki izin ataupun pelaku yang dia tidak masuk dalam kategori penambang hutan,” lanjutnya.
Yuliusman menambahkan, itu yang kemudian tidak diperhatikan secara serius baik oleh pemerintah daerah maupun pusat.
“Nah kalau wewenang soal hutan memastikan bahwa hutan itu tidak terjadi gradasi terhadap hutan yang ada itu kan yang tidak serius disikapi oleh pemerintah dalam hal ini yang menjadi penanggung jawab secara dinas kehutanan, belum lagi disektor hilir misalnya seperti aktivitas pertambangan terutama tambang batubara inilah yang menjadi faktor pemicu menjadi kontribusi terbesar terhadap intensitas banjir bandang yg melanda kabupaten lahat dan sekitarnya,” tambahnya.
Jadi bahwa bencana ekologis itu bukan semerta merta karena kehendak alam, tapi juga ini disebabkan oleh pemicu itu dari aktivitas yang dia terus menerus menginterpretasi sumber daya alam baik hutan maupun tambang yang ada di Lahat.
“Saya kira pertama pemerintah wajib dia harus memastikan supaya masyarakatnya aman itu yang paling penting, aman dalam artian kalau kita lihat sampai sore ini ada korban 1 orang yang meninggal di bawa arus artinya ini harus pemerintah dan perangkat di bawahnya dinas-dinas yang bertanggung jawab terhadap sektor bencana ini dia memastikan bahwa ini harus segera dikapitalisasi supaya ini tidak memakan korban,” terangnya.
Artinya kesiapsiagaan terhadap banjir ini juga mesti harus extra dilakukan oleh pemerintah yang dalam hal ini kepada penangkal bencana dan aparat lainnya.
“Jangka panjang adalah bagaimana memastikan pelaku-pelaku yang saya bilang tadi baik misalnya lahan dari aktivitas pertambangan itu harus segera dilaboratorium dan dihentikan,” ucapnya.
Jadi itu satu kesatuan sektor dan harus betul-betul dipastikan supaya aktivitas yang masih terasa pembawaan sumber daya alam itu segera dihentikan.
“Nah ini yang menjadi alasan Walhi melihat bahwa kalau sumber daya alam itu masih digerungi secara membabi buta maka kehancuran bencana banjir itu akan terjadi, sama halnya kayak misalnya di Kota Palembang jadi dia tidak serta merta begitu,” kata Yuliusman.
Jadi ada maju mundur dan yang paling parah lagi lanjutnya, tidak ada tindakan ini yang dilakukan oleh pemerintah daerah.”Misalnya memberikan peringatan sampai akhirnya masyarakat tidak diperingatkan, jadi konteks perhatian pemerintah dalam sektor bagaimana memastikan sumber daya tidak dilakukan,” pungkasnya.(tia)