Cagar Budaya Terancam Punah, Masyarakat Sesalkan Pemerintah

Gedung Balai Pertemuan kawasan Sekanak yang merupakan Cagar budaya yang kini terbengkalai. Foto: Robby Palpos


PERHATIAN
Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang terhadap keberadaan Cagar budaya kembali disoal.

Kali ini disuarakan warga masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) Kota Palembang.

Sambil membawa spanduk bertuliskan Palembang darurat cagar budaya, puluhan aliansi masyarakat peduli cagar budaya Kota Palembang tersebut mendatangi dan berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Palembang, Jumat (17/2).

Baca Juga : Balai Pertemuan Palembang Resmi Disegel

Dalam aksinya, Koordinasi Aksi (Korak), Dr Dedi Irwanto mengatakan, Pemkot Palembang sejauh ini dinilai tidak peduli dengan keberadaan dan pelestarian cagar budaya di Palembang.

“Hal ini dapat dilihat dari langkah dan upaya Pemkot Palembang yang menerbitkan Perda kota nomor 11/2020 tentang pelestarian dan pengelolaan cagar budaya termasuk membentuk Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) pada 2019,” ungkap Dedi.

Namun lanjutnya, upaya yang dilakukan Pemkot Palembang tersebut hanyalah sebatas basa-basi belaka.

Baca Juga : DPRD Sumsel Dukung TACB dan BPCB Ada Seluruh Sumsel

“Terbukti hingga sekarang implementasi pelestarian cagar budaya yang konkrit di Palembang alias masih jauh panggang dari api, ” ujarnya, dengan nada serius.

Wahyudi, selaku Koordinator Lapangan (Korlap) menambahkan, dari data Dinas Kebudayaan Kota Palembang tahun 2021, ada 209 katagori bangunan cagar budaya yang terdaftar, 164 yang diverifikasi dan 1 yang telah disertifikasi Walikota Palembang yakni Pasar Cinde.

“Sedangkan untuk katagori benda ada 212 terdaftar dan 109 yang terverifikasi, katagori situs 24 terdaftar, 19 terverifikasi, katagori struktur 40 terdaftar, 31 terverifikasi, katagori kawasan 2 terdaftar, 2 terverifikasi, ” jelasnya.

Dari data Cagar budaya yang terdata tersebut kata Wahyudi, belum ada satupun Cagar budaya yang disertifikasi oleh Walikota, kecuali Pasar Cinde yang disertifikasi untuk dihancurkan atau dilahirkan untuk dibunuh. Sedangkan selebihnya Cagar budaya di Palembang rusak dan tidak terpelihara serta terancam punah, ” tandasnya.

Baca Juga : Dukung AMPCB, Akan Panggil Dinas Terkait

Beberapa contoh Cagar budaya yang rusak dan menjadi sorotan publik akhir-akhir ini antara lain Goa Jepang di Jln AKBP H Umar, Makam Kramo Jayo yang sengaja dirusak karena sengketa tanah.

“Dan yang paling mencolok adalah Balai Pertemuan (eks Societiet/KBTR) yang jarah oleh orang yang tidak bertanggungjawab. Kondisi Balai Pertemuan yang dalam sejarahnya dibangun Belanda tahun 1928 ini sebagai bagian dari kawasan sosialita para elit Belanda ini sangat mengenaskan, ” ungkapnya.

“Dimana bangunan bersejarah itu benar-benar tidak terawat dan terbengkalai. Hampir semua kusen jendela yang berbahan kayu tembesu, terali dan peralatan penting lainnya habis dijarah. Belum lagi sampah, rumput dan bau tak sedap membuat Baper bertambah kumuh, ” ungkapnya.

Baper sendiri kata Wahyudi, telah didaftarkan Pemkot Palembang dengan nomor PO216081101671.

Baca Juga : Baper Sudah Teregistrasi

Berdasarkan kondisi fakta di atas kata Wahyudi, maka AMPCB menyatakan sikap mendesak Pemkot Palembang, dalam hal ini Walikota Palembang agar peduli dan lebih fokus dalam pelestarian cagar budaya di Palembang sesuai dengan mandat yang diberikan pada waktu pelantikan sebagai Walikota Palembang.

“Sekali lagi di Palembang, bukan malah mengembangkan dan mempromosikan hasil kerjanya di tempat lain, ” tandasnya.
Selanjutnya mendesak Pemkot Palembang segera mengganti (Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Palembang yang didominasi unsur Pemkot Palembang dan mandul produksi dengan yang lebih kompeten.

“Kemudian mendesak agar Pemkot Palembang kembali memudar gedung Balai Pertemuan sebagai cagar budaya sesuai dengan kaidah UU No. 11 tahun 2010,” imbuhnya.

Terakhir lanjut Wahyudi, mendesak agar Walikota Palembang memanfaatkan Balai Pertemuan (eks KBTR) sebagai fasilitas kesenian dengan nama Gedung Kesenian Palembang sesuai dengan fungsi awal ketika gedung yang dinamakan societeit saat dibangun pada masa penjajahan Belanda.

Persoalan Cagar budaya ini juga mendapatkan perhatian warga secara individu. Sejumlah warga mengaku kecewa atas kurangnya perhatian Pemkot Palembang terhadap keberadaan dan kelestarian Cagar budaya itu sendiri. “Banyak cagar budaya kita tidak terurus, kasihan sayang sekali,” jelas Yono, salah seorang warga Kota Palembang.

Sedangkan Wardiah, yang juga warga Kota Palembang lainnya menuturkan, Cagar budaya idak hanya tidak terurus tapi juga sudah terkikis.

“Ada yang dijual ke untuk bisnis. Sayang sekali, sepertinya pemerintah Kota Ini sudah sangat buta akan cagar budaya. Harus persoalan jadi fokus dan prioritas,” tutupnya.

Sementara itu Akademisi, Madi Apriadi mengatakan perlindungan dan pelestarian cagar budaya harus dilakukan secara serius dan tertata. Salah satunya soal pengelolaan Balai Pertemuan yang sudah terbengkalai tersebut.

Baca Juga : Serunya Keliling Museum Kota Palembang SMB 2

Menurutnya, balai pertemuan tersebut lebih baik dialih fungsikan agar kembali terawat.”Jika dialih fungsikan sebagai gedung kesenian oleh para sejarawan, tentu ini adalah ide yang sangat baik sekali dan patut diapresiasi serta harus didukung oleh pemerintah kota Palembang,” ujarnya saat diwawancarai via WhatsApp, Jumat (17/2).

Lebih lanjut kata Madi, alangkah lebih baik permintaan dari Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) bisa ditampung dan diwujudkan.

”Mengingat sekarang balai pertemuan ini dalam kondisi tidak digunakan, dengan dijadikan gedung kesenian tentu akan banyak manfaatnya baik secara fisik maupun kegunaannya,” lanjutnya.

Kalau melihat kegunaannya, saat dialih fungsikan sebagai gedung kesenian tentu akan sangat positif sekali.”Ya gedung ini menjadi tempat para sejarawan, budayawan, dan seniman mengeksplorasi diri mereka bahkan bisa menjadi wadah bagi para seniman yang ada di kota Palembang,” imbuhnya.

Madi berharap, agar Pemerintah dapat membuat kebijakan yang pas terkait balai pertemuan sesuai fungsinya agar lebih bermanfaat.

“Pada akhirnya semoga pemerintah selalu mengambil kebijakan yang memiliki asas manfaat,” tutupnya. (rob/nik/tia)