Masyarakat Desa Karang Dalam sebagian besar masih mempercayai legenda ini, meskipun ada yang meragukannya.
Dalam cerita rakyat, air terjun ini juga dikenal dengan nama Air Terjun Ayek Asam.
Nama tersebut merujuk pada kisah seorang janda bernama Surwati dan putranya, Aryono.
Kisah ini menjadi latar belakang mitos tentang kehadiran bidadari di air terjun tersebut.
Menurut cerita, Aryono adalah anak dari seorang janda bernama Surwati yang tinggal di Desa Karang Dalam.
Setelah kematian ibunya, Aryono menjalani hidupnya sendirian. Suatu hari, saat berburu di hutan, Aryono menemukan Air Terjun Bidadari.
Saat ia beristirahat, tujuh bidadari turun dari kahyangan untuk mandi di air terjun itu. Selendang salah satu bidadari tertiup angin dan jatuh di dekat Aryono.
Ketika bidadari tersebut, bernama Sri Lawang Bulan, kebingungan mencari selendangnya, Aryono menawarkan bantuan.
Namun, Aryono malah menyimpan selendang itu, membuat Sri Lawang Bulan tidak bisa kembali ke kahyangan.
Akhirnya, Aryono dan Sri Lawang Bulan menikah dan memiliki seorang anak bernama Sri Lawang Syi.
Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung lama. Sri Lawang Bulan akhirnya mengetahui bahwa Aryono telah menyembunyikan selendangnya.
Dengan rasa kecewa, ia memutuskan untuk kembali ke kahyangan. Sebelum pergi, ia meminta Aryono membuat sungai agar ia bisa kembali setiap malam untuk menyusui anak mereka.
Selain legenda yang menarik, Air Terjun Bidadari menawarkan keindahan alam yang luar biasa.
Air terjun ini memiliki debit air yang deras dan dikelilingi oleh tebing-tebing tinggi serta pepohonan hijau. Suasana sejuk dan segar di sekitar air terjun memberikan pengalaman yang menenangkan bagi para pengunjung.