AKIBAT BURUKNYA PENGELOLAAN


113 Karyawan Transmusi Di-PHK

KEPUTUSAN Manajemen PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya atau SP2J, selaku pengelola Transmusi yang memecat 113 karyawan moda angkutan publik tersebut, mendapatkan sejumlah tanggapan dan reaksi sejumlah pihak, tak terkecuali warga Kota Palembang selaku konsumen atau pengguna Transmusi.

Warga masyarakat berpendapat jika dibandingkan daerah lain terutama di Jakarta (transjakarta) keberadaan moda transportasi seperti Tranmusi ini masih terus beroperasi namun, tidak begitu efektif karena beberapa faktor salahnsatunya cost atau biaya operasional yang masih sangat minim.Bahkan dikabarkan, bus tranmusi ini juga masih dibantu dana APBD.

“Maka dilihat jika pendapatan tidak bisa menutupi biaya operasional. Hal ini perlu diperbaiki, permasalahannya dimana apakah di manajemen atau dimananya,” papar Salehudin, salah seorang warga Palembang Selasa (7/2).

Dia mengatakan, jika pengelolahan tepat, dengan manajemen yang baik, kondisi buruk perusahaan tidak akan terjadi.

“Sebenarnya sayang jika fakum, transmusi ini membantu disaat biaya ojek online naik terus,” jelasnya.

Senada dikatakan Teta, warga Kota Palembang lainnya yang juga menyayangkan terhentinya operasional Transmusi.

“Adanya LRT, hilanglah transmusi. Sayang sebenarnya, saya sebagai penumpang loversnya transpotasi umum tetap berharap adanya perbaikan sistem di transmusi ini,” jelasnya.

Diketahui jika transmusi ada di rute perumnas menuju kota. Jika operasionalnya lancar maka akan seperti dulu semua transmusi full.

“Ingat beberapa tahun lalu, kita malah kekurangan armada. Kami sebagai penumpang nunggu lama di halte namun tetap sabar karena kenyamanan dan keselamatan transmusi kala itu sangat baik, ya jamannya pak Eddy Santana ya,” ujarnya.

Sementara itu Veri Kurniawan, selaku Ketua MAKI Sumsel mengatakan, mangkraknya bus Transmusi hingga di-PHKnya 113 karyawan Transmusi tersebut merupakan murni kesalahan manajemen perusahaan yang di tunjuk Kepala Daerah (Wali Kota, red).

Veri mengatakan, akibat jumlah karyawan yang melebihi kebutuhan tentu menyebabkan biaya operasional membengkak. “Dan juga masalah perawatan kendaraan yang tidak menjadi perhatian manajemen, sehingga bus yang non operasional lebih banyak dari yang operasional,” katanya, Selasa (7/2).

Sehingga,l lanjut Veri, pendapatan transmusi tidak mencukupi untuk gaji karyawan dan perawatan kendaraan. “Sementara uang subsidi untuk angkutan dari Pemerintah Daerah diduga dipakai ke unit usaha lain seperti Pembangkit Listrik Palembang jaya, Jaringan gas kota dan unit usaha lainnya,” lanjutnya.

Menurutnya, bila dibandingkan dengan transjakarta yang di kelola manajemen profesional tentunya jauh dari kata layak untuk disebut perusahaan angkutan berbasis manajemen profesional.

“Bantuan subsidi dari Pemerintah Daerah kepada Transmusi jelas bermasalah, karena tidak jelas peruntukannya diatur oleh SP2J selaku induk usaha atau holding,” imbuhnya.Selain itu, pendapatan usaha yang digunakan juga untuk membantu unit usaha lainnya.

“Kesimpulannya, transmusi bangkrut karena salah pengelolaan dan manajemen transmusi masih diatur oleh perusahaan induk SP2J yang seharusnya sudah berdiri sendiri berdasarkan PP 54 tahun 2017 tentang perusahaan daerah,” ucapnya.Masih dikatakannya, dana subsidi dan pendapatan usaha tidak jelas peruntukannya.

“Terlampau banyak karyawan, manajemen yg kurang profesional, dan carut marut kebijakan pemerintah daerah sebabkan transmusi yang pernah mendapat predikat salah satu bus perkotaan terbaik se Indonesia bangkrut,” tukasnya.

Sebelumnya, setelah satu tahun tidak beroperasional, akhirnya sekitar 113 karyawan Bus Rapid Transit (BRT) Tranmusi di PHK. Keputusan ini berlaku mulai 26 Januari 2023 lalu.

Sebelumnya, para karyawan ini statusnya dirumahkan. Mereka masih mendapatkan gaji 50 persen.
Direktur PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya atau SP2J selaku pengelola BRT Transmusi, Ujang Efriansyah mengaku, harus mengambil keputusan tersebut.

“Kita tidak bisa operasional lagi, dan selama ini untuk membayar 50 persen gaji karyawan juga sudah berat. Jadi, setelah RUPS akhirnya diputuskan untuk melakukan PHK,” jelasnya, pada Jumat (3/2).

Ujang menambahkan, keputusan ini juga untuk memberikan kepastian kepada karyawan.“Karena selama ini mereka statusnya dirumahkan. Jadi, mau cari pekerjaan di tempat lain susah juga. Memang berat, tapi ini harus diambil karena BRT belum operasional lagi,” jelasnya.Diakui Ujang, sejak tidak mendapat subsidi dari Pemkot Palembang, BRT Transmusi jadi tidak operasional.

“Memang sulit kalau mengandalkan pendapatan masih belum optimal, tarif juga kita tidak bisa tinggi karena ini sifatnya pelayanan publik.Biaya operasional seperti BBM, pemeliharaan dll costnya sangat tinggi. Jadi sangat berat kalau tidak dibantu subsidi,” ungkapnya.
Ujang menegaskan, karyawan yang di PHK tersebut mendapatkan hak haknya sesuai dengan aturan UU Ketenagakerjaan.

“Alhamdulillah, sampai saat ini semua menerima,” ungkapnya.

Untuk kondisi BRT Transmusi sendiri, sambung Ujang, sejak tidak operasional itu diparkir di Terminal Alang Alang Lebar. “Ada sekitar 100 bus yang diparkirkan, 65 unit bus dipakai oleh anak perusahaan PT TMPJ. Memang ada yang rusak, tapi sejauh ini kondisi bus nya masih baik,” paparnya.

Untuk SP2J saat ini, sambung Ujang, fokus dengan bidang kerja yang diharapkan bisa mendapatkan laba. “Kita fokus dengan bidang kerja jaringan gas atau jargas dan PLPJ, pembangkit listrik,” katanya.

Sedangkan untuk bidang kerja pariwisata dan Rusunawa, lanjut Ujang, itu sudah diserahkan kembali ke Dinas Perhubungan Palembang dan Dinas Perkimtan Palembang.

“Kalau untuk pariwisata SP2J waktu itu mengelola Kapal Wisata Putri Kembang Dadar. Tapi, sekarang sudah kita serahkan ke Dishub, karena untuk berjalannya kapal ini lebih banyak ke Dishub,” pungkasnya. (rob/ika/tia/nik)